- Monday, November 10, 2014

Makna & Universalitas Islam

Makna & Universalitas Islam

Pengertian Islam: Etimologis
Secara etimologis (asal-usul kata, lughawi) kata “Islam” berasal dari bahasa Arab: salima yang artinya selamat. Dari kata itu terbentuk aslama yang artinya menyerahkan diri atau tunduk dan patuh. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Bahkan, barangsiapa aslama (menyerahkan diri) kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan, maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati” (Q.S. 2:112).
Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim. Orang yang memeluk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh pada ajaran-Nya.
Hal senada dikemukakan Hammudah Abdalati. Menurutnya, kata “Islam” berasal dari akar kata Arab, SLM (Sin, Lam, Mim) yang berarti kedamaian, kesucian, penyerahan diri, dan ketundukkan
Dalam pengertian religius, menurut Abdalati, pengertian Islam adalah "penyerahan diri kepada kehendak Tuhan dan ketundukkan atas hukum-Nya" (Submission to the Will of God and obedience to His Law).
Hubungan antara pengertian asli dan pengertian religius dari kata Islam adalah erat dan jelas. Hanya melalui penyerahan diri kepada kehendak Allah SWT dan ketundukkan atas hukum-Nya, maka seseorang dapat mencapai kedamaian sejati dan menikmati kesucian abadi.
Ada juga pendapat, akar kata yang membentuk kata “Islam” setidaknya ada empat yang berkaitan satu sama lain.
  • Aslama. Artinya menyerahkan diri. Orang yang masuk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah SWT. Ia siap mematuhi ajaran-Nya.
  • Salima. Artinya selamat. Orang yang memeluk Islam, hidupnya akan selamat. 
  • Sallama. Artinya menyelamatkan orang lain. Seorang pemeluk Islam tidak hanya menyelematkan diri sendiri, tetapi juga harus menyelamatkan orang lain (tugas dakwah atau ‘amar ma’ruf nahyi munkar). 
  • Salam. Aman, damai, sentosa. Kehidupan yang damai sentosa akan tercipta jika pemeluk Islam melaksanakan asalama dan sallama.


Pengertian Islam: Terminologis
Secara terminologis (istilah, maknawi) dapat dikatakan, Islam adalah agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun dan kapan pun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.
Cukup banyak ahli dan ulama yang berusaha merumuskan definisi atau pengertian Islam secara terminologis. KH Endang Saifuddin Anshari mengemukakan, setelah mempelajari sejumlah rumusan tentang agama Islam, lalu menganalisisnya, ia merumuskan dan menyimpulkan pengertian Islam, bahwa agama Islam adalah:
  • Wahyu yang diurunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada segenap umat manusia sepanjang masa dan setiap persada.
  • Suatu sistem keyakinan dan tata-ketentuan yang mengatur segala perikehidupan dan penghidupan asasi manusia dalam pelbagai hubungan: dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam lainnya.
  • Bertujuan: keridhaan Allah, rahmat bagi segenap alam, kebahagiaan di dunia dan akhirat.
  • Pada garis besarnya terdiri atas akidah, syariatm dan akhlak.
  • Bersumberkan Kitab Suci Al-Quran yang merupakan kodifikasi wahyu Allah SWT sebagai penyempurna wahyu-wahyu sebelumnya yang ditafsirkan oleh Sunnah Rasulullah Saw.


Universalitas Islam
Islam merupakan agama universal, ajarannya mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia yang berlaku di setiap tempat dan masa. Islam merupakan agama yang memiliki keseimbangan orientasi hidup, yaitu kehidupan dunia dan akhirat. Penamaan Islam sebagai agama, langsung diberikan oleh Allah melalui wahyu-NYA (Al-Quran). Sementara itu, pemberian nama agama lain yang berkembang di dunia senantiasa diidentifikasikan kepada orang atau tokoh yang membawa ajaran tersebut, atau daerah tempat agama itu lahir.
Universalisme Islam terintegritas dan terkodifikasi dalam akidah, syariah, dan akhlak. Antara satu dan yang lainnya terdapat nisbat atau hubungan yang saling berkaitan dan kesemuanya berfokus dan menuju pada keesaan Allah atau bertauhid. Ajaran tauhid inilah yang menjadi inti, awal, dan akhir dari seluruh ajaran Islam.
Islam itu sendiri, secara totalitas, merupakan suatu keyakinan bahwa nilai-nilai ajarannya adalah benar dan bersifat mutlak karena bersumber dari Yang Mahamutlak. Dengan demikian, segala yang diperintahkan dan diizinkan-Nya adalah suatu kebenaran, sedangkan segala sesuatu yang dilarang-Nya adalah kebatilan.
Di samping itu, Islam merupakan hukum atau undang-undang (syariah) yang mengatur tata cara manusia dalam berhubungan dengan Allah (vertikal) dan hubungan antarsesama manusia (horizontal). Di dalamnya mencakup dua bidang pembahasan, yaitu pertama bidang ibadah mahdah yang meliputi tata cara shalat, puasa, zakat, dan haji. Kedua, bidang ibadah ghair mahdah yang meliputi muamalat, munakahat, siyasat, jinayat, dan sebagainya. Sebagai standar dan ukuran dalam pelaksanaannya merujuk pada hukum yang lima yang disebut Ahkam Al-Khamsah, yaitu, wajib, haram, mubah, mandhub, dan makruh. Penerapan kelima hukum tersebut dalam kehidupan sehari-hari memiliki variasi dan pelaksanaannya bersifat fleksible melalui ijtihad yang disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan zaman. Aspek syariah ini disosialisasikan oleh aspek akhlak yang meliputi cara, tata kelakuan, dan kebiasaan dalam bersosialisasi dan berinteraksi, baik yang berhubungan dengan ekonomi, politik, berkeluarga, bertetangga, dan sebagainya.
Ketiga aspek tersebut dalam operasionalnya bersumber kepada Al-Quran dan Sunnah Rasul. Dua pokok inilah yang mengatur kehidupan manusia dengan cermat, baik yang berhubungan dengan Allah, maupun yang berhubungan dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Kemudian dilakukan ijtihad untuk menetapkan hukum bagi persoalan-persoalan yang tidak terdapat secara eksplisit dalam Al-Quran dan sunnah Rasul, sebagai hasil ketetapan para ulama yang dikodifikasi dalam ilmu fiqih.
Seluruh ajaran tersebut, baik akidah maupun syariah dan akhlak, bertujuan membebaskan manusia dari berbagai belenggu penyakit mental-spiritual dan stagnasi berpikir, serta mengatur tingkah laku perbuatan manusia secara tertib agar tidak terjerumus ke lembah kehinaan dan keterbelakangan, sehingga tercapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Sinkronitas dan integritas dari ketiga aspek tersebut, terlihat universalisme dan universalitas Islam dengan misinya sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia.
Atas dasar itulah, muncul diktum Islam sebagai agama yang sempurna. Kesempurnaannya terlihat dalam ajaran-ajarannya yang bersifat universal dan fleksible (luas dan luwes) serta mengharuskan terciptanya keseimbangan hidup antara duniawi dan ukhrawi, jasmani dan rohani. Sebab, kehidupan duniawi yang baik harus dijadikan media untuk mencapai kehidupan rohani yang baik. Sebaliknya, kehidupan rohani yang baik harus dijadikan media untuk memenuhi kehidupan jasmani yang baik, legal, dan halal serta di bawah ridha Allah. Oleh karena itu, Islam merupakan kekuatan hidup yang dinamis, juga merupakan suatu kode yang sesuai dan berdampingan dengan tabiat alam, dan merupakan kode yang meliputi segala aspek kehidupan insani.
Salah satu ciri yang menonjol dalam konsep Islam adalah adanya prinsip keseimbangan (Yin-Yang) dan keharmonisan hidup. Islam adalah agama lahir dan batin, serta agama dunia dan akhirat. Keharmonisan ini karena Islam sesuai dengan bentuk dan jenis penciptaan alam raya yang menggambarkan keseimbangan, seperti yang diungkapkan Al-Quran dengan istilah Fithrah karena sifat fithrah itu sendiri adalah seimbang atau harmoni. Langit dan bumi adalah ciptaan Allah yang seimbang sehingga dapat terjadi harmoni di alam raya, seperti matahari, bulan, planet-planet yang menjadikan bumi berputar secara teratur dan melahirkan iklim dan cuaca yang seimbang sehingga layak dihuni manusia.
Keseimbangan ini merupakan ciri fithrah Allah pada umumnya. Demikian pula dengan fithrah manusia yang seimbang antara fisik dan jiwa, lahir dan batin, akal dan hati, sebagaimana dalam alam, ada langit dan bumi, siang dan malam, dan sebagainya. Kelestarian alam dan manusia juga terletak pada keseimbangan. Bumi akan tetap ada apabila antara daratan dan lautan, dataran rendah dan gunung-gunung tetap seimbang. Keseimbangan di bumi akan menyeimbangkan pula daya tarik menariknya dengan planet-planet lain sehingga tidak terjadi benturan yang dapat menghancurkan segalanya. Demikian pula, keseimbangan pada diri manusia. Manusia akan tetap terjaga kesehatannya apabila terjaga keseimbangannya antara bekerja dan istirahat, lahir dan batin, akal dan hati, bekerja dan ibadah, dunia dan akhirat.
Keseimbangan dan keharmonisan ajaran Islam mengandung implikasi bahwa Islam selalu berada pada garis tengah, tidak ekstrim pada salah satu pandangan, tidak materialistis, dan tidak pula sosialis. Islam memandang hidup secara utuh dan seimbang antara realita dan idealita. Kehadiran Islam menjadikan umatnya sebagai saksi yang berada di garis tengah terhadap seluruh realitas kehidupan.
Berbeda dengan agama lainnya yang memisahkan hidup manusia secara tegas bahwa agama hanya berkaitan dengan masalah penyembahan saja. Islam tidak hanya mengetengahkan urusan individu penganutnya, melainkan juga urusan masyarakat, negara, bahkan hubungan antarbangsa.
Islam tidak membedakan ras, suku, dan bangsa. Ia diturunkan Allah untuk seluruh manusia dari bangsa dan golongan mana pun. Orang-orang Barat sering kali menyamakan Islam dengan Arab, seolah-olah Islam itu sama dengan Arab. Padahal keterkaitan Islam dengan Arab hanya terbatas pada sejarah dan bahasa, yaitu Nabi Muhammad SAW., pembawanya, dari Arab dan Al-Quran sebagai kitab sucinya diturunkan Allah dalam bahasa Arab. Di luar itu, Islam tidak identik dengan Arab. Ajaran Islam mendorong lahirnya umat multiras, etnik, dan golongan, tetapi memiliki satu kebanggaan yang menyatukan semuanya. Ikatan yang memperkokoh kesatuan dirinya adalah tauhid. Oleh karena itu, perbedaan-perbedaan yang ada di antara mereka jika mereka konsisten tidak akan melahirkan perpecahan.
Islam mengembangkan kesatuan dan kesamaan, baik kesetaraan gender maupun ras dan etnik. Oleh karena itu, Islam sangat membenci diskriminasi gender dan diskriminasi rasial. Konsep persamaan yang terkandung dalam ajaran Islam melahirkan sikap saling menghargai (demokrasi) yang menjadi salah satu ciri umat Islam. Menghargai orang lain, baik fisik, kondisi maupun pendapatnya juga merupakan salah satu ciri dari demokrasi. Saling menghargai dalam tatanan umat Islam merupakan suatu keharusan yang menjadi ciri dalam komunikasi sehari-hari.
Umat Islam bukanlah kelompok yang tertutup (ekslusif), tetapi kelompok yang sangat terbuka terhadap pihak lain bahkan terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar sepanjang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Ajaran Islam sangat adaptif terhadap budaya masyarakat, bahkan pada waktu tertentu dapat mengadopsi nilai-nilai budaya (urf) sebagai bagian dari ajaran Islam. Dengan demikian, umat Islam merupakan masyarakat yang terbuka dan dinamis serta selalu berorientasi pada masa depan yang lebih baik tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar yang menjadi dasar pijakannya.
Agama Islam adalah agama yang menebarkan perdamaian, persaudaraan, dan persamaan. Oleh karena itu, hal-hal yang dapat menjadi pemicu lahirnya ketidakstabilan dan permusuhan antar manusia harus dihindari. Salah satu yang tidak diperkenankan dalam ajaran Islam adalah pemaksaan satu kelompok kepada kelompok lain. Agama bagi Islam adalah keyakinan yang harus datang dari kesadaran diri terhadap eksistensi dan kekuasaan Tuhan. Apa yang baik dan buruk sudah sangat jelas diperlihatkan Allah dalam ayat-ayat-NYA, baik yang tersurat dalam Al-Quran maupun yang tersirat dalam alam ciptaan Tuhan. Manusia tinggal melihat, memahami, mempercayai dan meyakininya melalui proses berpikir yang benar. Islam mendorong umatnya untuk bekerjasama dalam berbagai segi kehidupan dengan siapa saja, termasuk dengan umat beragama lain sepanjang kerja sama dilakukan untuk kebaikan. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang harus berusaha untuk saling menguntungkan dan tidak melanggar hukum. Umat Islam dituntut untuk melakukannya dengan baik dan adil.

No comments:

Post a Comment

My Video