Makna
& Universalitas Islam
Secara etimologis (asal-usul kata,
lughawi) kata “Islam” berasal dari bahasa Arab: salima yang artinya selamat.
Dari kata itu terbentuk aslama yang artinya menyerahkan diri atau tunduk dan
patuh. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Bahkan, barangsiapa aslama (menyerahkan
diri) kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan, maka baginya pahala di sisi
Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih
hati” (Q.S. 2:112).
Dari kata aslama itulah
terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim. Orang
yang memeluk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh pada
ajaran-Nya.
Hal senada dikemukakan Hammudah Abdalati.
Menurutnya, kata “Islam” berasal dari akar kata Arab, SLM (Sin, Lam,
Mim) yang berarti kedamaian, kesucian, penyerahan diri, dan ketundukkan.
Dalam pengertian religius, menurut
Abdalati, pengertian Islam adalah "penyerahan diri kepada kehendak Tuhan
dan ketundukkan atas hukum-Nya" (Submission to the Will of God and
obedience to His Law).
Hubungan antara pengertian asli dan
pengertian religius dari kata Islam adalah erat dan jelas. Hanya melalui
penyerahan diri kepada kehendak Allah SWT dan ketundukkan atas hukum-Nya, maka
seseorang dapat mencapai kedamaian sejati dan menikmati kesucian abadi.
Ada juga pendapat, akar kata yang
membentuk kata “Islam” setidaknya ada empat yang berkaitan satu sama lain.
- Aslama. Artinya menyerahkan diri. Orang yang masuk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah SWT. Ia siap mematuhi ajaran-Nya.
- Salima. Artinya selamat. Orang yang memeluk Islam, hidupnya akan selamat.
- Sallama. Artinya menyelamatkan orang lain. Seorang pemeluk Islam tidak hanya menyelematkan diri sendiri, tetapi juga harus menyelamatkan orang lain (tugas dakwah atau ‘amar ma’ruf nahyi munkar).
- Salam. Aman, damai, sentosa. Kehidupan yang damai sentosa akan tercipta jika pemeluk Islam melaksanakan asalama dan sallama.
Pengertian
Islam: Terminologis
Secara terminologis (istilah, maknawi)
dapat dikatakan, Islam adalah agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan
yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya yang
terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun dan kapan pun, yang
ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.
Cukup banyak ahli dan ulama yang berusaha
merumuskan definisi atau pengertian Islam secara terminologis. KH Endang
Saifuddin Anshari mengemukakan, setelah mempelajari sejumlah rumusan tentang
agama Islam, lalu menganalisisnya, ia merumuskan dan menyimpulkan pengertian
Islam, bahwa agama Islam adalah:
- Wahyu yang diurunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada segenap umat manusia sepanjang masa dan setiap persada.
- Suatu sistem keyakinan dan tata-ketentuan yang mengatur segala perikehidupan dan penghidupan asasi manusia dalam pelbagai hubungan: dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam lainnya.
- Bertujuan: keridhaan Allah, rahmat bagi segenap alam, kebahagiaan di dunia dan akhirat.
- Pada garis besarnya terdiri atas akidah, syariatm dan akhlak.
- Bersumberkan Kitab Suci Al-Quran yang merupakan kodifikasi wahyu Allah SWT sebagai penyempurna wahyu-wahyu sebelumnya yang ditafsirkan oleh Sunnah Rasulullah Saw.
Universalitas
Islam
Islam merupakan agama universal, ajarannya
mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia yang berlaku di setiap tempat dan
masa. Islam merupakan agama yang memiliki keseimbangan orientasi hidup, yaitu
kehidupan dunia dan akhirat. Penamaan Islam sebagai agama, langsung diberikan
oleh Allah melalui wahyu-NYA (Al-Quran). Sementara itu, pemberian nama agama
lain yang berkembang di dunia senantiasa diidentifikasikan kepada orang atau
tokoh yang membawa ajaran tersebut, atau daerah tempat agama itu lahir.
Universalisme Islam terintegritas dan
terkodifikasi dalam akidah, syariah, dan akhlak. Antara satu dan yang lainnya
terdapat nisbat atau hubungan yang saling berkaitan dan kesemuanya berfokus dan
menuju pada keesaan Allah atau bertauhid. Ajaran tauhid inilah yang menjadi
inti, awal, dan akhir dari seluruh ajaran Islam.
Islam itu sendiri, secara totalitas,
merupakan suatu keyakinan bahwa nilai-nilai ajarannya adalah benar dan bersifat
mutlak karena bersumber dari Yang Mahamutlak. Dengan demikian, segala yang
diperintahkan dan diizinkan-Nya adalah suatu kebenaran, sedangkan segala
sesuatu yang dilarang-Nya adalah kebatilan.
Di samping itu, Islam merupakan hukum atau
undang-undang (syariah) yang mengatur tata cara manusia dalam berhubungan
dengan Allah (vertikal) dan hubungan antarsesama manusia (horizontal). Di
dalamnya mencakup dua bidang pembahasan, yaitu pertama bidang ibadah mahdah
yang meliputi tata cara shalat, puasa, zakat, dan haji. Kedua, bidang ibadah
ghair mahdah yang meliputi muamalat, munakahat, siyasat, jinayat, dan
sebagainya. Sebagai standar dan ukuran dalam pelaksanaannya merujuk pada hukum
yang lima yang disebut Ahkam Al-Khamsah, yaitu, wajib, haram, mubah, mandhub,
dan makruh. Penerapan kelima hukum tersebut dalam kehidupan sehari-hari
memiliki variasi dan pelaksanaannya bersifat fleksible melalui ijtihad yang
disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan zaman. Aspek syariah ini
disosialisasikan oleh aspek akhlak yang meliputi cara, tata kelakuan, dan
kebiasaan dalam bersosialisasi dan berinteraksi, baik yang berhubungan dengan
ekonomi, politik, berkeluarga, bertetangga, dan sebagainya.
Ketiga aspek tersebut dalam operasionalnya
bersumber kepada Al-Quran dan Sunnah Rasul. Dua pokok inilah yang mengatur
kehidupan manusia dengan cermat, baik yang berhubungan dengan Allah, maupun
yang berhubungan dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Kemudian dilakukan
ijtihad untuk menetapkan hukum bagi persoalan-persoalan yang tidak terdapat
secara eksplisit dalam Al-Quran dan sunnah Rasul, sebagai hasil ketetapan para
ulama yang dikodifikasi dalam ilmu fiqih.
Seluruh ajaran tersebut, baik akidah
maupun syariah dan akhlak, bertujuan membebaskan manusia dari berbagai belenggu
penyakit mental-spiritual dan stagnasi berpikir, serta mengatur tingkah laku
perbuatan manusia secara tertib agar tidak terjerumus ke lembah kehinaan dan
keterbelakangan, sehingga tercapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup, baik di
dunia maupun di akhirat. Sinkronitas dan integritas dari ketiga aspek tersebut,
terlihat universalisme dan universalitas Islam dengan misinya sebagai rahmat
bagi seluruh umat manusia.
Atas dasar itulah, muncul diktum Islam
sebagai agama yang sempurna. Kesempurnaannya terlihat dalam ajaran-ajarannya
yang bersifat universal dan fleksible (luas dan luwes) serta mengharuskan
terciptanya keseimbangan hidup antara duniawi dan ukhrawi, jasmani dan rohani.
Sebab, kehidupan duniawi yang baik harus dijadikan media untuk mencapai
kehidupan rohani yang baik. Sebaliknya, kehidupan rohani yang baik harus
dijadikan media untuk memenuhi kehidupan jasmani yang baik, legal, dan halal
serta di bawah ridha Allah. Oleh karena itu, Islam merupakan kekuatan hidup
yang dinamis, juga merupakan suatu kode yang sesuai dan berdampingan dengan
tabiat alam, dan merupakan kode yang meliputi segala aspek kehidupan insani.
Salah satu ciri yang menonjol dalam konsep
Islam adalah adanya prinsip keseimbangan (Yin-Yang) dan keharmonisan hidup.
Islam adalah agama lahir dan batin, serta agama dunia dan akhirat. Keharmonisan
ini karena Islam sesuai dengan bentuk dan jenis penciptaan alam raya yang
menggambarkan keseimbangan, seperti yang diungkapkan Al-Quran dengan istilah
Fithrah karena sifat fithrah itu sendiri adalah seimbang atau harmoni. Langit
dan bumi adalah ciptaan Allah yang seimbang sehingga dapat terjadi harmoni di
alam raya, seperti matahari, bulan, planet-planet yang menjadikan bumi berputar
secara teratur dan melahirkan iklim dan cuaca yang seimbang sehingga layak
dihuni manusia.
Keseimbangan ini merupakan ciri fithrah
Allah pada umumnya. Demikian pula dengan fithrah manusia yang seimbang antara
fisik dan jiwa, lahir dan batin, akal dan hati, sebagaimana dalam alam, ada
langit dan bumi, siang dan malam, dan sebagainya. Kelestarian alam dan manusia
juga terletak pada keseimbangan. Bumi akan tetap ada apabila antara daratan dan
lautan, dataran rendah dan gunung-gunung tetap seimbang. Keseimbangan di bumi
akan menyeimbangkan pula daya tarik menariknya dengan planet-planet lain
sehingga tidak terjadi benturan yang dapat menghancurkan segalanya. Demikian pula,
keseimbangan pada diri manusia. Manusia akan tetap terjaga kesehatannya apabila
terjaga keseimbangannya antara bekerja dan istirahat, lahir dan batin, akal dan
hati, bekerja dan ibadah, dunia dan akhirat.
Keseimbangan dan keharmonisan ajaran Islam
mengandung implikasi bahwa Islam selalu berada pada garis tengah, tidak ekstrim
pada salah satu pandangan, tidak materialistis, dan tidak pula sosialis. Islam
memandang hidup secara utuh dan seimbang antara realita dan idealita. Kehadiran
Islam menjadikan umatnya sebagai saksi yang berada di garis tengah terhadap
seluruh realitas kehidupan.
Berbeda dengan agama lainnya yang
memisahkan hidup manusia secara tegas bahwa agama hanya berkaitan dengan
masalah penyembahan saja. Islam tidak hanya mengetengahkan urusan individu
penganutnya, melainkan juga urusan masyarakat, negara, bahkan hubungan
antarbangsa.
Islam tidak membedakan ras, suku, dan
bangsa. Ia diturunkan Allah untuk seluruh manusia dari bangsa dan golongan mana
pun. Orang-orang Barat sering kali menyamakan Islam dengan Arab, seolah-olah
Islam itu sama dengan Arab. Padahal keterkaitan Islam dengan Arab hanya
terbatas pada sejarah dan bahasa, yaitu Nabi Muhammad SAW., pembawanya, dari
Arab dan Al-Quran sebagai kitab sucinya diturunkan Allah dalam bahasa Arab. Di
luar itu, Islam tidak identik dengan Arab. Ajaran Islam mendorong lahirnya umat
multiras, etnik, dan golongan, tetapi memiliki satu kebanggaan yang menyatukan
semuanya. Ikatan yang memperkokoh kesatuan dirinya adalah tauhid. Oleh karena
itu, perbedaan-perbedaan yang ada di antara mereka jika mereka konsisten tidak
akan melahirkan perpecahan.
Islam mengembangkan kesatuan dan kesamaan,
baik kesetaraan gender maupun ras dan etnik. Oleh karena itu, Islam sangat
membenci diskriminasi gender dan diskriminasi rasial. Konsep persamaan yang
terkandung dalam ajaran Islam melahirkan sikap saling menghargai (demokrasi)
yang menjadi salah satu ciri umat Islam. Menghargai orang lain, baik fisik,
kondisi maupun pendapatnya juga merupakan salah satu ciri dari demokrasi.
Saling menghargai dalam tatanan umat Islam merupakan suatu keharusan yang
menjadi ciri dalam komunikasi sehari-hari.
Umat Islam bukanlah kelompok yang tertutup
(ekslusif), tetapi kelompok yang sangat terbuka terhadap pihak lain bahkan
terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar sepanjang sesuai dengan
nilai-nilai ajaran Islam. Ajaran Islam sangat adaptif terhadap budaya
masyarakat, bahkan pada waktu tertentu dapat mengadopsi nilai-nilai budaya
(urf) sebagai bagian dari ajaran Islam. Dengan demikian, umat Islam merupakan
masyarakat yang terbuka dan dinamis serta selalu berorientasi pada masa depan
yang lebih baik tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar yang menjadi dasar
pijakannya.
Agama Islam adalah agama yang menebarkan
perdamaian, persaudaraan, dan persamaan. Oleh karena itu, hal-hal yang dapat
menjadi pemicu lahirnya ketidakstabilan dan permusuhan antar manusia harus
dihindari. Salah satu yang tidak diperkenankan dalam ajaran Islam adalah
pemaksaan satu kelompok kepada kelompok lain. Agama bagi Islam adalah keyakinan
yang harus datang dari kesadaran diri terhadap eksistensi dan kekuasaan Tuhan.
Apa yang baik dan buruk sudah sangat jelas diperlihatkan Allah dalam
ayat-ayat-NYA, baik yang tersurat dalam Al-Quran maupun yang tersirat dalam
alam ciptaan Tuhan. Manusia tinggal melihat, memahami, mempercayai dan
meyakininya melalui proses berpikir yang benar. Islam mendorong umatnya untuk
bekerjasama dalam berbagai segi kehidupan dengan siapa saja, termasuk dengan
umat beragama lain sepanjang kerja sama dilakukan untuk kebaikan. Dalam
kehidupan sehari-hari, setiap orang harus berusaha untuk saling menguntungkan
dan tidak melanggar hukum. Umat Islam dituntut untuk melakukannya dengan baik dan
adil.
No comments:
Post a Comment